Senin, 18 Maret 2013

Bisnis parcel, toko buku online dan Oriflame

Mau kilas balik ah. Udah pernah ngerjain bisnis apa aja dan apa hasilnya.


Bisnis parcel lebaran 

Bisnis musiman ini pernah aku lakoni saat sekolah. Kelas dua SMA,  buat kumpulin uang study tour ke Bali. Sebetulnya sih, ini upaya kelas. Jadi ramai-ramai dagang dan bisnis buat dikumpulin. Hasilnya, bisa buat 'diskon' biaya study tour. 

Tapi, faktanya, yang ngerjain ya cuma saya dengan beberapa teman. Sekitar 6 orang lah.  Dapat laba sekitar Rp200 ribu per orang. Dan akhirnya enggak disumbangin ke kas kelas. Yang kerja lah yang dapat. Wajar dong. Saya sempat kena damprat. Kata orang tua, tugas utama pelajar yuh ya belajar, bukan jualan. Uang study tour bakal dikasi, enggak usah repot.  T_T 

Pelajaran dari sini:

Belajar jualan 

Nawar-nawarin parcel dari toko ke toko di sepanjang jalan Majapahit Semarang yang panas, loh! Pulang sekolah. Ngerjain bareng temen yang rumahnya enggak jauh dari situ. Panas-panas, banyak ditolak. La wong masi pake seragam SMA trus modal cuma brosur. Huhuhu. Lebih mirip anak minta sumbangan ketimbang bisnis. :p 


Referensi 

Bisnis parcel dan kue kering ini selamat karena salah satu ibu temanku order dalam jumlah besar untuk karyawan di PLN Semarang. Xixixi.  Enakan gini kan. Belajar deh bahwa nembak target pasar luas butuh lebih banyak usaha ketimbang narget orang yang kita kenal. 

Modal 

Kalau sudah ada pesanan, modal lebih enak berputar. Jadi, salah satu siasat ngakalin modal ialah pembeli bayar duluan. Uang muka 50% juga udah oke banget. 


Bisnis toko buku online


Bisnis ini berawal dari kesukaanku sama buku. Ya belanjanya, ya bacanya. Meski kecepatan membaca tak sebanding dengan kecepatan belanja. 
Karena makin lama harga buku juga makin mahal, ya sekalian aja bisnis. Biar dapat harga murah dari penerbit. :D 

Sempat partneran dengan beberapa teman tapi bisnis ini tidak bertahan lama. Usianya tak sampai dua tahun. Tak cukup lagi modal dan tenaga untuk menjaganya. Belajar apa? 

Quantity
Kalau kita jualan barang yang banyak dijual juga, mau enggak mau ya ambil keuntungan dari kuantitas. Rata-rata toko buku online memberikan diskon 15%. Dari penerbir dapat potongan 30%, ada juga sih yang kasih 40%. Untuk buku retur, bisa 50% kalau beli satuan. 

Nah, sekarang ini malah lebih sadis, penerbit makin gencar ikutan bikin online book shop. Mereka berani kasi potongan 25%. Kadang-kadang lebih. Kebayang enggak kalo harga buku cuma Rp30 ribu. Berapa profit yang saya dapat? Cuma Rp4500 saja. Itu belum laba bersih loh. Jadi, harus ngejar kuantitas kalau mau profit lumayan. 

Website
Saya bikin website sendiri demi memangkas modal. Akhirnya, bikin pakai joomla. Saat itu, ya baru pertama kali itu juga coba. Sebab belum menguasai shopping cart ala wordpress. Syukurlah, jadi juga. Cakep juga. Sayang nih, penampakan tak terdokumentasi. 

Rekomendasi
Pembeli itu suka rekomendasi. Rata-rata gitu loh, suka dikasi saran. Apa yang bagus? Apa yang harusnya dibaca? Buat saya yang memang doyan baca, agak menganggu. Ya ampun, pilih aja sih! Kan malah jadi petulangan seru. Tapi, tentu saja tak bisa begitu. Akhirnya, saya ngobrol dengan pembeli via chat YM. Dulu, setiap sabtu saya sempatkan jaga toko. Ya jaga online, sih. Standby di YM. 

COD (cash on delivery)
Toko buku online mulai beroperasi ketika orang baru belajar belanja online. Disuruh transfer, susahnya minta ampun. Maunya COD walau ada belanja minimal untuk itu. Padahal, layanan COD itu butuh effort luar biasa dan berbiaya tinggi. Untuk komoditas seperti buku, rasanya enggak perlu. Bayangkan, satu kurir harus menembus kemacetan Jakarta untuk ambil buku di penerbit dan mengantarkannya ke pelanggan. Belum ongkos parkir masuk gedung perkantoran, belum kalau hujan lebat dan si kurir harus menepi. 

SDM 
Seorang admin, apalagi admin toko buku online harusnya bisa berfungsi sebagai customer care. Begitu juga dengan kurir. Karena mereka lah ujung tombak. Nah, butuh training untuk ini. Kalau enggak paham, waduh. Berabe. Males loh punya admin yang ditanyain  "apa buku terbaru, mbak?" dan dia bilang "enggak tahu". 

SOP
Karena pemilik bisnis tidak terjun langsung dalam operasional sehari-hari, maka mau enggak mau harus bikin standar. Gimana kalau ada orderan, tercatat dimana, apa yang dikerjakan, dst. Nah, ini PR banget buat bikin standar operasional prosedur. 

Modal
Kalau mau bisnis ritel kudu siap modal. Pilihan buku beragam dan harus ada stok biar enggak abis waktu dan ongkos ke penerbit buat ambil buku. 

Kurir
Milih kurir terpercaya itu PR banget. Yang bisa terjadi ialah, kurir terima orderan langsung dan tidak memasukkan ke dalam data. Nah, loh! Biasanya ini terjadi jika memberlakukan COD. Ini juga membuka kemungkinan kurir kabur bawa uang pelanggan. 

Sejujurnya, saya masih penasaran ama yang ini. Someday, bakal punya toko buku lagi. :D

Bisnis Oriflame


Saya baru menjalani bisnis ini 11 Februari 2011. Anti MLM, awalnya. Tapi jujur saja, saya tertarik karena success plan Oriflame dan jargon "bisa dikerjakan di mana saja, online". Nah..dulu di bayangan saya, namanya MLM ya mesti ketemuan ama orang. Idih susah banget.. apalagi dalam kepala banyak orang tuh MLM mah ngaco dan boong. Kok bisa online? 

Nah, sampai saat ini saya masih kerjakan bisnis ini. Apa aja belajarnya? 


Komunikasi
Paling penting tuh komunikasi. Ya komunikasi ke orang baru, ya komunikasi ke downline. Intinya sih, pinter-pinter kita ngomong ke orang tentang informasi bisnis ini. Kalau lagi promo, ya kabarin. Kalau ada training, ya kasih tau. Intinya sih, komunikasi. 

Modal efektif
Modal duit buat bisnis Orifllame ini kecil. Daftar cuma Rp39.900. (Sekarang sih udah Rp49.900 ya). Trus, per bulan kan mesti tutup poin tuh, sekitar Rp 600 ribu. Ini juga enggak susah sih. Kalau jualan, ya dapat untung sekitar Rp150-180 ribuan. Kalo aku sih, aku bikin dulu list kebutuhan toiletris mulai dari sabun, shampoo, roll on deodorant, handbody, pelembap muka, plus sabun bayi. Kalau pas diskon, harga jadi murah meriah. Nah, kalau sudah buat kebutuhan sendiri, itung deh. Kalau belum mencapai poin yang dibutuhkan, ya jualan.  Trus modal lain paling internetan buat Facebook dan Ngeblog. Plus butuh dana pulsa.  Sebab kalau jalanin bisnis ini online, ya butuh pulsa buat follow up. kebanyakan orang isi data di website, lalu kita follow up. Cari tau apa yang mereka butuhkan. 

Bisnis ini ngajarin gimana modal dikelola secara efektif. Kalau biasanya kita belanja toiletris secara bebas, maka sampai kapanpun posisi kita ialah konsumen. Tapi kalau belanja toiletris Oriflame, kita dapat poin yang bergun buat bisnis. Sekalian belanja, sekalian punya bisnisnya. 

Internet Marketing
Karena gabung dengan d'BC Network, dapet deh banyak banget ilmu internet marketing. Sebab salah satu pendiri d'BCN Dini Shanti memang lebih dulu malang melintang di dunia itu. Dari yang enggak tau Facebook Marketing jadi beneran paham dan ngerasain gimana FB berperan penting buat bisnis ini. Dulu sih enggak kebayang tuh FB bisa berkontribusi buat gajikedua ku di Oriflame. Saat ini, rata-rata Rp3-4 jutaan per bulan. 

Public Speaking
Selain jadi punya ilmu pemasaran via internet,  banyak banget training yang bisa buat ngembangin diri. Ya bikin presentasi, ya belajar omong depan banyak orang. Seru sih. Plus, jadi belajar dandan. Meski enggak kebiasaan dandan, lumayan tau ilmunya. Kan jadi bisa ngerawat badan, ngerawat muka. Buat aku, ini bagian dari bersyukur. :) 

Leadership
Belajar jadi pemimpin. Sebab tak ada paksaan buat seseorang join di Oriflame. Ada yang mau ikut cuma kejar diskon member. Ada yang mau iseng-iseng jualan. Ada yang cuma kejar hadiah. Tapi ada yang mau mengubah hidup. Nah, buat mereka semua, mesti jadi pemimpin yang taktis sekaligus paham apa mau downline. Mesti jadi seorang yang ditiru. Luar biasa banget challenges jadi pemimpin yang baik. :) 

Konsisten, persisten. 
Sebuah bisnis baru keliatan hasilnya dalam 5- 6 tahun. Tapi banyak yang berenti jauh sebelum itu. Ya contohnya dua bisnisku sebelumnya. Tapi di Oriflame, meski dilanda jenuh luar biasa akibat level bonus tak beranjak naik dalam setahun, segitu gitu aja, saya enggak bisa juga menyerah. Sudah banyak downline yang percaya sama saya. Enggak bisa gitu aja saya tinggal. Ini, mau enggak mau, bikin saya belajar tentang arti persistensi yang konsisten. Di bisnis sebelumnya, saya stop bisnis dengan kasi pesangon ke pegawai lalu tutup buku. Tidak semudah itu di Oriflame. 

Nah, sekarang saya lagi merintis bisnis baru. Tetap mengerjakan Oriflame namun senang-senang dengan bisnis baru. Apa itu? Ya nanti dulu.... :D

Yuk, ah.. kamu punya cerita bisnis di masa lalu?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar